AQIDAH AKHLAK
(KETURUNAN DAN KEHIDUPAN NABI MUHAMMAD DI MASA KECIL DAN REMAJA)
Menurut bahasa, 'Arab artinya padang
pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan
istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana
sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah
tertentu, lalu mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal.
Jazirah Arab dibatasi Laut Merah dan
gurun Sinai di sebelah barat, di sebelah timur dibatasi teluk Arab dan sebagian
besar negara Iraq bagian selatan, di sebelah selatan dibatasi laut Arab yang
bersambung dengan lautan India dan di sebelah utara dibatasi negeri Syam dan
sebagian kecil dari negara Iraq, sekalipun mungkin ada sedikit perbedaan dalam
penentuan batasan ini. Luasnya membentang antara satu juta mil kali satu juta
tiga ratus ribu mil.
Jazirah Arab memiliki peranan yang sangat
besar karena letak geografisnya. Sedangkan dilihat dari kondisi internalnya,
Jazirah Arab hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala sudutnya. Karena
kondisi seperti inilah yang membuat jazirah Arab seperti benteng pertahanan
yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok
dan menguasai.
Muhammad adalah keturunan Nabi Ismail
-nabi dengan 12 putra yang menjadi cikal bakal bangsa Arab. Para nenek moyang
Muhammad adalah penjaga Baitullah sekaligus pemimpin masyarakat di Mekah,
tempat yang menjadi tujuan bangsa Arab dari berbagai penjuru untuk berziarah
setahun sekali. Tradisi ziarah yang sekarang, di masa Islam, menjadi ibadah
haji. Salah seorang yang menonjol adalah Qusay yang hidup sekitar abad kelima
Masehi. Tugas Qusay sebagai penjaga ka'bah adalah memegang kunci ('hijabah'),
mengangkat panglima perang dengan memberikan bendera simbol yang dipegangnya
('liwa'), menerima tamu ('wifadah') serta menyediakan minum bagi para peziarah
('siqayah').
Ketika lanjut usia, Qusay menyerahkan
mandat terhormat itu pada pada anak tertuanya, Abdud-Dar. Namun anak keduanya,
Abdul Manaf, lebih disegani warga. Anak Abdul Manaf adalah Muthalib, serta si
kembar siam Hasyim dan Abdu Syam yang harus dipisah dengan pisau. Darah tumpah
saat pemisahan mereka, diyakini orang Arab sebagai pertanda keturunan mereka
bakal berseteru. Anak-anak Abdul Manaf mencoba merebut hak menjaga Baitullah
dari anak-anak Abdud-Dar yang kurang berwibawa di masyarakat. Pertikaian
senjata nyaris terjadi. Kompromi disepakati. Separuh hak, yakni menerima tamu
dan menyediakan minum, diberikan pada anak-anak Abdul Manaf. Hasyim yang
dipercaya memegang amanat tersebut.
Anak Abdu Syam, Umayah, mencoba
merebut mandat itu. Hakim memutuskan bahwa hak tersebut tetap pada Hasyim.
Umayah, sesuai perjanjian, dipaksa meninggalkan Makkah. Keturunan Umayah
-seperti Abu Sofyan maupun Muawiyah- kelak memang bermusuhan dengan keturunan
Hasyim.
Hasyim lalu menikahi Salma binti Amr dari Bani
Khazraj -perempuan sangat terhormat di Yatsrib atau Madinah. Mereka berputra
Syaibah (yang berarti uban) yang di masa tuanya dikenal sebagai Abdul Muthalib
-kakek Muhammad. Inilah ikatan kuat Muhammad dengan Madinah, kota yang
dipilihnya sebagai tempat hijrah saat dimusuhi warga Mekah. Syaibah tinggal di
Madinah sampai Muthalib -yang menggantikan Hasyim karena wafat-menjemputnya
untuk dibawa ke Mekah. Warga Mekah sempat menyangka Syaibah sebagai budak
Muthalib, maka ia dipanggil dengan sebutan Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib mewarisi kehormatan
menjaga Baitullah dan memimpin masyarakatnya. Namanya semakin menjulang setelah
ia dan anaknya, Harits, berhasil menggali dan menemukan kembali sumur Zamzam
yang telah lama hilang. Namun ia juga sempat berbuat fatal: berjanji akan
mengorbankan (menyembelih) seorang anaknya bila ia dikaruniai 10 anak. Begitu
mempunyai 10 anak, maka ia hendak melaksanakan janjinya. Nama sepuluh anaknya
dia undi ('kidah') di depan arca Hubal. Abdullah -ayah Muhammad-yang terpilih.
Masyarakat menentang rencana Abdul
Muthalib. Mereka menyarankannya agar menghubungi perempuan ahli nujum. Ahli
nujum tersebut mengatakan bahwa pengorbanan itu boleh diganti dengan unta
asalkan nama unta dan Abdullah diundi. Mula-mula sepuluh unta yang
dipertaruhkan. Namun tetap Abdullah yang terpilih oleh undian. Jumlah unta
terus ditambah sepuluh demi sepuluh. Baru setelah seratus unta, untalah yang
keluar dalam undian, meskipun itu diulang tiga kali. Abdullah selamat.
Peristiwa besar yang terjadi di masa
Abdul Muthalib adalah rencana penghancuran Ka'bah. Seorang panglima perang
Kerajaan Habsyi (kini Ethiopia) yang beragama Nasrani, Abrahah, mengangkat diri
sebagai Gubernur Yaman setelah ia menghancurkan Kerajaan Yahudi di wilayah itu.
Ia terganggu dengan reputasi Mekah yang menjadi tempat ziarah orang-orang Arab.
Ia membangun Ka'bah baru dan megah di Yaman,
serta akan menghancurkan Ka'bah di
Mekah. Abrahah mengerahkan pasukan gajahnya untuk menyerbu Mekah.
Mendekati Mekah, Abrahah menugasi
pembantunya -Hunata-untuk menemui Abdul Muthalib. Hunata dan Abdul Muthalib
menemui Abrahah yang berjanji tak akan mengganggu warga bila mereka dibiarkan
menghancurkan Baitullah. Abdul Muthalib pasrah. Menjelang penghancuran Ka'bah
terjadilah petaka tersebut. Qur'an menyebut peristiwa yang menewaskan Abrahah
dan pasukannya dalam Surat Al-Fil. "Dan Dia mengirimkan kepada mereka
"Toiron Ababil", yang melempari mereka dengan batu-batu cadas yang
terbakar, maka Dia jadikan mereka bagai daun dimakan ulat".
Pendapat umum menyebut "Toiron Ababil" sebagai "Burung Ababil" atau "Burung yang berbondong-bondong". Buku "Sejarah Hidup Muhammad" yang ditulis Muhammad Husain Haekal mengemukakannya sebagai wabah kuman cacar (mungkin maksudnya wabah Sampar atau Anthrax -penyakit serupa yang menewaskan sepertiga warga Eropa dan Timur Tengah di abad 14). Namun ada pula analisa yang menyebut pada tahun-tahun itu memang terjadi hujan meteor -hujan batu panas yang berjatuhan atau 'terbang' dari langit. Wallahua'lam. Yang pasti masa tersebut dikenal sebagai Tahun Gajah yang juga merupakan tahun kelahiran Muhammad.
Pada masa itu, Abdullah putra Abdul
Muthalib telah menikahi Aminah. Ia kemudian pergi berbisnis ke Syria. Dalam
perjalanan pulang, Abdullah jatuh sakit dan meninggal di Madinah. Muhammad
lahir setelah ayahnya meninggal. Hari kelahirannya dipertentangkan orang.
Namun, pendapat Ibn Ishaq dan kawan-kawan yang paling banyak diyakini
masyarakat: yakni bahwa Muhammad dilahirkan pada 12 Rabiul Awal. Orientalis
Caussin de Perceval dalam 'Essai sur L'Histoire des Arabes' yang dikutip Haekal
menyebut masa kelahiran Muhammad adalah Agustus 570 Masehi. Ia dilahirkan di
rumah kakeknya -tempat yang kini tak jauh dari Masjidil Haram.
Bayi itu dibawa Abdul Muthalib ke
depan Ka'bah dan diberi nama Muhammad yang berarti "terpuji". Suatu
nama yang tak lazim pada masa itu. Konon, Abdul Muthalib sempat hendak memberi
nama bayi itu Qustam -serupa nama anaknya yang telah meninggal. Namun Aminah
-berdasarkan ilham-mengusulkan nama Muhammad itu. Dalam tradisi keluarga terhormat
Arab masa itu, bayi tidak disusui sendiri oleh Sang Ibu. Ia diserahkan pada
orang lain yang menjadi Ibu susu. Demikian pula Muhammad. Beberapa hari, ia
disusui oleh Tsuaiba -budak paman Muhammad, Abu Lahab, yang juga tengah
menyusui Hamzah -paman lainnya yang seusia Muhammad. Kemudian ia diserahkan
pada Halimah, perempuan miskin dari Bani Saad yang mencari pekerjaan sebagai
Ibu susu.
Semula Halimah menolak Muhammad. Ia
menginginkan bayi yang bukan seorang yatim, dan keluarganya sanggup membayar
lebih mahal. Tak ada bayi lain yang bisa disusui, Halimah pun membawa Muhammad
ke kampungnya. Suasana perkampungan Bani Saad disebut lebih baik bagi
pertumbuhan anak dibanding 'kota' Mekah. Udara di sana disebut lebih bersih,
bahasa Arab-nya pun lebih asli. Di masa bersama Halimah itulah tersiar kisah
mengenai Muhammad kecil.
Menurut kisah itu, Halimah menjumpai
Muhammad dalam keadaan pucat. Disebutkan bahwa Muhammad baru didatangi dua
orang -yang diyakini banyak kalangan sebagai malaikat. Orang tersebut kemudian
membelah dada Muhammad. Banyak orang percaya, itu adalah proses malaikat
"mencuci hati Muhammad'' sehingga bersih.
Pada usia lima tahun, Muhammad
dikembalikan ke Mekah. Konon Halimah khawatir atas keselamatan Muhammad. Dalam
perjalanan ke Mekah, Muhammad sempat terpisah dari Halimah dan tersesat sebelum
ditemukan secara tak sengaja oleh orang yang kemudian mengantarkan ke rumah
Abdul Muthalib. Saat Muhammad berusia enam tahun, Aminah sang ibu membawanya ke
Madinah menengok keluarga dan makam Abdullah, sang ayah. Mereka ditemani budak
Abdullah, Ummu Aiman, menempuh jarak sekitar 600 km bersama kafilah dagang yang
menuju Syam.
Saat pulang, setiba di Abwa -37 km
dari Madinah-Aminah jatuh sakit dan meninggal. Muhammad pun yatim piatu. Ia
dipelihara Abdul Muthalib. Namun, sang kakek juga meninggal saat Muhammad
berusia 8 tahun. Muhammad lalu tinggal di rumah Abu Thalib -anak bungsu Abdul
Muthalib yang hidup miskin. Kehidupan sehari-hari Muhammad adalah menggembala
kambing. Pada usia 12 tahun, Muhammad diajak pamannya berdagang ke Syam.
Terkisahkan, dalam perjalanan itu Abu
Thalib bertemu pendeta Nasrani bernama Buhaira di Bushra. Sang pendeta memberi
tahu bahwa Muhammad bakal menjadi Nabi besar. Maka, ia menyarankan Abu Thalib
segera membawa pulang Muhammad agar tidak celaka olah ulah orang-orang yang tak
suka. Perjalanan ke negeri asing untuk berbisnis pada usia semuda itu tentu
memberi kesan kuat pada Muhammad. Berkat ketulusan dan kelurusan hatinya,
Muhammad remaja mendapat sebutan Al-Amien, "yang dapat dipercaya",
dari orang-orang Mekah. Ia juga disebut-sebut terhindar dari berbagai bentuk
kemaksiatan yang acap timbul dari pesta. Setiap kali hendak menyaksikan pesta
bersama kawan-kawannya, Muhammad selalu tertidur. Sedangkan ketajaman
intelektual serta nuraninya terasah melalui hobinya mendengarkan para penyair.
Pada bulan-bulan suci, di beberapa
tempat di dekat Mekah, selalu muncul pasar. Terutama di Ukaz yang berada di
antara Thaif dan Nakhla, serta di Majanna dan Dzul-Majaz. Di hari pasar, para
penyair membacakan sajak-sajaknya. Sebagian penyair itu beragama Nasrani maupun
Yahudi. Mereka umumnya mengeritik bangsa Arab yang menyembah berhala. Peristiwa
tersebut menambah sikap kritis Muhammad atas perilaku masyarakatnya.
Persoalan pasar di Ukaz itu menyeret
Muhammad pada realita manusia: perang. Berawal dari pelanggaran kesepakatan
sistem dagang yang dilakukan Barradz bin Qais dari kabilah Kinana yang memicu
pelanggaran serupa 'Urwa bin 'Uthba dari kabilah Hawazin. Barradz lalu membunuh
'Urwa di bulan suci yang diharamkan terjadi pertumpahan darah. Kabilah Hawazin
lalu mengangkat senjata terhadap kabilah Kinana. Karena kekerabatan, kaum
Quraish seperti Muhammad membela kabilah Kinana.
Selama empat tahun, pertempuran berlangsung
pada hari-hari tertentu setiap tahun. Itu terjadi saat Muhammad berusia sekitar
16 hingga 20 tahun. Disebutkan pula, di pertempuran itu Muhammad hanya bertugas
mengumpulkan anak panah lawan. Ada juga yang menyebut dia pernah memanah lawan.
Perang Fijar itu pun berakhir dengan kesepakatan damai.
Satu peristiwa penting yang jarang dikisahkan
adalah bergabungnya Muhammad pada Gerakan Hilfil Fudzul. Sebuah gerakan untuk
memberantas kesewenangan di masyarakat dan melindungi yang teraniaya. Peristiwa
itu terpicu oleh perampasan barang milik pedagang asing yang tiba di Mekah oleh
Wail bin Ash. Zubair bin Abdul Muthalib mengajak keluarga Hasyim, Zuhra dan
Taym untuk menegakkan kembali kehormatan kota Mekah. Mereka berikrar di rumah
Abdullah bin Jud'an untuk membentuk gerakan tersebut. Pada usia 20-an tahun,
Muhammad aktif dalam Hilfil Fudzul itu. Ia ikut menyelamatkan gadis dari Bani
Khais'am yang diculik Nabih bin Hajaj dan kawan-kawan.
Kematangan Muhammad semakin tumbuh seiring
dengan meningkatnya usia. Saat Muhammad berusia 25 tahun, Abu Thalib melihat
peluang usaha bagi keponakannya. Ia tahu pengusaha terkaya di Mekah saat itu,
Khadijah, tengah mencari manajer bagi tim ekspedisi bisnisnya ke Syam. Khadijah
menawarkan gaji berupa dua ekor unta muda bagi manajer itu. Atas sepersetujuan
Muhammad, Abu Thalib menemui Khadijah meminta pekerjaan tersebut buat
keponakannya itu serta minta gaji dinaikkan menjadi empat ekor unta. Khadijah
setuju.
Untuk pertama kalinya Muhammad memimpin
kafilah, atau misi dagang, menyusuri jalur perdagangan utama Yaman - Syam
melalui Madyan, Wadil Qura dan banyak tempat lain yang pernah ditempuhnya saat
kecil. Di kafilah itu Muhammad dibantu oleh perempuan budak Khadijah, Maisarah.
Bisnis tersebut sukses besar. Dikabarkan tim dagang Muhammad meraup keuntungan
yang belum pernah mampu diraih misi-misi dagang sebelumnya. Dalam perjalanannya
tersebut, ia juga banyak berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain. Termasuk para
pendeta Yahudi maupun Nasrani yang terus mengajarkan keesaan Allah. Muhammad
juga semakin memahami konstalasi politik global, termasuk menyangkut dominasi
Romawi serta perlawanan Persia.
Khadijah terkesan atas keberhasilan Muhammad.
Laporan Maisarah memperkuat kesan tersebut. Maka, benih cinta pun perlahan
bersemi di hati pengusaha terkaya di Mekah yang hidup menjanda itu
Hikmah dari kisah diatas :
1. Nabi Muhammad SAW merupakan
seorang yang mulia, sehingga Alloh menempatkan kedudukannya pada keluarga yang
mulia pula.
2. Masa kecil Nabi Muhammad SAW
penuh dengan rintangan dan cobaan, namun tetap tabah menghadapinya.
3. Akhlaq yang mulia dan budi
pekerti yang luhur menjadikan Nabi Muhammad SAW dipercaya dalam segala hal.
4. Masa remaja Nabi Muhammad SAW
di hiasi dengan kepedulian terhadap sesama.
5. Keberanian Nabi Muhammad SAW
dimasa mudanya menunjukan kesiapan dirinya untuk ditakdirkan menjadi pemimpin
umat Islam.
0 comments:
Post a Comment